Saat itu, saya cuma bisa tersenyum dalam hati. Biar orang mau berpikir apa. Tapi saya datang, niatnya untuk kerja, mengapplikasikan ilmu saya, cari uang untuk makan dan jalan-jalan. Dan cari jodoh!!! Hahaha..
Nah, setelah saya cerita tentang bagaimana saya terdampar di Ambon. Saya juga mau berbagi cerita tentang bagaiman keseharian saya di kantor (dulu).
Jam kantor saya normal, 07.30 sampai 16.00 WIT. Tiap pagi saya dateng kurang lebih jam 7 lebih. Parkir motor terus buka pintu ruangan. Kantor saya ada 4 gedung, 3 gedung kantor plus laboratorium dan 1 bengkel. Ruangan saya ada di gedung 3. Ruangan besar tapi orangnya paling dikit. Ada dapur kecilnya, jadi kalo laper sewaktu-waktu bisa bikin susu anget ato bikin Ind*mie malah. :) Seksi Program dan Pengembangan Kompetensi. Sejak awal, meskipun saya formasi peneliti, tapi saya "duduk" di ruangan itu, sejak awal saya tiba, sampai akhirnya saya (tarik napas)...pensiun dini. Alias mengundurkan diri. :)
Meskipun saya terhitung baru dan anak bawang, tapi saya tidak pernah merasa di-anak bawangkan. Di rapat2 besarpun saya diikutsertakan. Bahkan, saya termasuk anak buah yang lumayan sering ikutan lembur. Saya juga dipercaya Bu Boss waktu itu untuk pengurusan lelang di Kantor Pusat. Baristand dapet bantuan alat-alat laboratorium dari salah satu direktorat. Masih inget dulu, saya dibantu temen-temen bikin spesifikasi dan akhirnya saya persentasi ke panitia pengadaan. Serasa bangga gimanaaaa gitu. Hahahaha..
Ambon-Jakarta serasa Malang-Surabaya. Berangkat dari Ambon pesawat pagi dan balik dari Jakarta pake pesawat tengah malem. Sehari full di kantor pusat, entah untuk rapat atau pengurusan dokumen. Badan dan tenaga serasa diperas. But I enjoyed every single moments. Belum lagi kalau dapet kesempatan sampling untuk penelitian ke daerah. Seram, Saparua atau sekitaran pulau Ambon. Unforgetable experiences.
Selain gaji, lingkungan kerja yang nyaman dan harmonis adalah hal yang lebih orang utamakan. Di kantor, saya terbiasa memanggil rekan-rekan kerja yang lebih senior dengan panggilan "oom" atau "tante". Mungkin terdengar aneh dan kurang sopan atau apalah. Tapi begitulah di Baristand. Kekeluargaan kami sangat kental. Bercanda itu hal biasa. Tapi tetap tau norma dan sopan santun. I really felt that my office was my second home. Kalau sakit, saya lebih tetap memilih pergi ke kantor dan tidur di bangku saya timbang di kasur kost-an. Selain Oom dan Tante yang super gaul dan baik, banyak juga kakak-kakak senior yang ajaib2. Suasana kerja kami serius tapi sangat santai. Saya yakin 100%, saya tidak akan pernah temukan suasana se-kekeluargaan itu di lain tempat.
Saya tak lebih 3 tahun mengabdi, saya belum memberikan apa2 bagi negeri ini. Tapi takdir dan khususnya saya memutuskan hal lain. Saya mundur. Sedih pasti. Kadang di dunia ini, kita dihadapkan pada pilihan2. Begitu juga saya kala itu. Berat. Tidak mudah. Banyak pro-kontra. Dan mungkin mengecewakan banyak pihak. Tapi itu keputusan saya. Keputusan yang saya ambil bukan hanya dengan pertimbangan satu dua hari. Mungkin Tuhan mau pakai saya di tempat lain. Bukan disana.
Berjuta terima kasih pun tak akan pernah cukup untuk Ambon dan keluarga di Baristand. Pengalaman. Kasih sayang. Dulu saya tidak pernah mengira kalau saya akan menginjakkan kaki dan tinggal di Ambon, begitu juga sekarang, ketika saya harus pergi meninggalkan yang tersayang di Tanah Pattimura.
Seperti kata teman saya, yang juga ketemu di Ambon: "You don't belong to Malang or Ambon. You belong to universe."
*The End*
*The End*
No comments:
Post a Comment